Desa Boti ini merupakan bagian administratif dari Kecamatan Kie di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Saat mendengar kata Kie, yang ada dibenakku adalah siapkan fisik dan nikmatilah apa yang ada.. Well, karena jalan di Kecamatan ini lumayan sulit dan "sedikit" berat. Tapi tenang, kamu cuma perlu bersabar karena aku sudah pernah melalui yang lebih berat dari ini. Itulah sebabnya aku mengatakan "sedikit berat". Hitung-hitung sambil wisata budaya, wisata adventure dikit-dikit.
Kami berangkat dari Kupang sekitar jam 09.00 dan tiba di So'e kurang lebih jam 11.00. Di sana kami bertemu dengan Om Jemri Saluk seorang guru SMP yang juga seorang GUIDE profesional asli dari TTS. Bapak ini tergolong cerewet dan tahu banyak hal mengenai adat istiadat di Kabupaten TTS. Sebenarnya tidak hanya TTS tapi di beberapa daerah sampai ke Atambua (Kabupaten Belu). Kenapa ku katakan profesional, karena dia benar-benar tahu bersikap sebagai seorang guide yang mengerti kliennya..haha. Sebenarnya saya buka tipe orang narsis, tapi kalau selalu ditawarin untuk difotokan, saya sih tidak menolak.. :D
Sebelum kami ke Boti, Om Jemri meminta kami untuk membeli sirih pinang sebagai tanda mohon diterima di Desa Boti. Desa Boti merupakan satu-satunya kampung yang masih memegang teguh agama yang berasal dari keturunan hingga sampai saat ini. Mereka mengkhususkan pola hidup dan kebiasaan berdasarkan peraturan dan adat istiadat yang sudah berlaku sejak turun temurun. Agama yang mereka anut adalah agama Halaika.
Setelah membeli sirih pinang, kami menitipkan mobil dan lanjut ke Desa Boti menggunakan ojek sewaan.Ojek ini sudah disiapkan Om Jemri sebelumnya. Sebelum tiba di Desa Boti, kami berhenti di beberapa tempat untuk berfoto-foto. Tempat-tempat ini memang sengaja ditunjukan Om Jemri sebagai bonus karena sudah menggunakan jasanya. Wah sepertinya memang tidak akan mengecewakan menggunakan jasanya.. :D
Ditemani angin sepoi-sepoi |
Setiap momen itu harus diabadikan dengan SECUKUPNYA :p |
Setelah hampir 2 jam melewati perjalanan yang cukup panjang, kami sampai di Desa Boti. Fuih...lama juga yaa...Tapi, begitu kita memasuki kawasan Desa Boti ini, aku merasakan sesuatu yang berbeda. Suasana sejuk dan sangat tenang. Selama perjalanan kami ditemani terik matahari yang cukup menyengat disertai debu sehingga perbedaannya begitu terasa. Tempat ini sungguh sangat tenang, suara berisik pun tidak kedengaran. Om Jemri sebelumnya mengisyaratkan agar kita tidak berbicara dalam intonasi yang tinggi karena tidak menghormati mereka. Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk berbicara dalam nada halus.
Oya orang-orang di Desa Boti ini tidak terlalu bisa berbahasa Indonesia, mereka menggunakan Bahasa Dawan dalam kesehariannya. Kebetulan kami menggunakan guide sehingga tidak menyulitkan kami untuk berinteraksi. Om Jemri ini lah yang menjadi penerjemah sekaligus perantara di antara kami. Hebatnya dia bisa 3 bahasa sekaligus, Bahasa Dawan, Indonesia dan Inggris. wew!
Setelah memperkenalkan dan menyerahkan sirih pinang dari kami, penerima kami memberikan kembali sirih pinang sebagai tanda bahwa kami diterima. Sirih pinang ini boleh kita makan boleh tidak. Tapi tidak ada salahnya untuk menghormati mereka, icip-icip sedikitlah. Rasanya pun juga cetar membahana di mulut. haha
Selamat untuk mbak Arin yang berhasil menjadi orang Timor! |
Ini enak banget sumpah! Kita dijamu sama keponakan Raja Boti |
Hasilnya menakjubkan! Aku jadi sadar kalau sebenarnya kita memang sudah ditakdirkan memiliki bakat narsis.
Ini sebagian dari hasil jepretan mereka |
Di pendopo ini terdapat beberapa perkakas makan dan barang-barang lainnya yang digantung. Ayaman atap mereka cukup rumit dan rapi. Selain itu tiang pendopo ini terdapat bundaran yang berbentuk meja kecil, fungsinya untuk mencengah tikus bisa naik ke loteng pendopo. Di loteng, masyarakat Boti menyimpan hasil ladang mereka.
Di pendopo ini juga aku menemukan beberapa barang-barang modern seperti CD Rano Karno (entah siapa yang memberikan CD ini) dan satu buah tape radio. Desa Boti cukup ketat menjaga adat istiadat mereka dari modernisasi tapi tetap saja arus modernisasi ini sudah mulai "sedikit" menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Beginilah pendopo yang ada di Desa Boti |
Di sini juga ada Biola asli dari Boti |
Nah, selanjutnya kita dibawa ketempat menenun, ditempat ini kita bisa melihat proses menenun yang cukup memakan waktu. Proses pengerjaannya tergantung dari tingkat kerumitan motif kain tenun. Motif yang ribet-ribet, pengerjaannya bisa sampai 1 tahun, kalau yang biasa-biasa aja paling lama 6 bulan.
Proses menenun dimulai dari paling kiri (ibu baju kuning). Pada proses ini kapas dibersihkan dan dilanjutkan dengan proses pemintalan. Pada proses ini kapas diubah menjadi benang dan selanjutnya benang-benang ini akan dicelup dengan warna-warna yang diekstrak dari tumbuhan.
Ini Dia Proses Pewarnaaannya |
Taraaaaaa... Inilah kerajinan yang kami beli :) |
Setelah puas melihat-lihat, kita kembali ke rumah raja untuk pamitan pulang karena kami harus melanjutkan perjalanan ke Kefa. Di akhir perjalanan ini kami menyempatkan untuk berfoto-foto bersama Raja Boti, Usif Nama Benu.
Sebelum berpamitan Raja Boti meminta kami untuk makan siang terlebih dahulu karena makanan sudah disiapkan. Mau menolak pun, kami menjadi sungkan. Tiba-tiba teman saya berceletuk "kapan masaknya? koq tiba-tiba udah ada aja.. :D". Makanannya pun dimasak dengan minyak kelapa yang dibuat sendiri. Benar-benar sehatnya double.
Nah sekian dulu ceritaku ya..Sebelum pamit, aku mau memperkenalkan sobat cilik satu ini, Raja Boti junior, Nune Benu Junior :)
Di Boti disediakan penginapan, so jangan ragu jika ingin lebih dekat dengan masyarakat Boti.
Happy Travelling. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar